Teknik Budidaya Ikan Sidat di Indonesia
Ikan sidat atau “moa”, ada juga yang menamakan
“pelus” untuk ukuran yang bhesar, merupakan salah satu jenis ikan yang populer,
baik di Eropa, Amerika, maupun Asia. Sebagai katadrom, mereka tinggal di
perairan tawar hingga 6-20 tahun, dan begitu mau memijah kembali ke laut; dalam
perjalanan kembali ke laut itu mereka tidak makan. Ikan ini pun mati setelah menunaikan tugasnya
menurunkan generasinya (memijah). Di
Jepang ikan ini sangat populer dengan sebutan “unagi” dan umumnya disajikan
dalam bentuk panggang (grilled eel fillet).
Ikan ini mempunyai beberapa keistimewaan
antara lain mempunyai kandungan zat gizi yang tinggi terutama vitamin A,
rasanya sangat lezat, berkalori tinggi (303.100 kcal/gram) dan merupakan sumber
energi yang besar; di negara-negara tertentu diyakini sebagai sumber energi
yang sangat diperlukan pada musim-musim dingin.
Banyaknya keunggulan dari ikan sidat sebagai sumber gizi membuat ikan
ini sangat diminati di Jepang, Eropa, Amerika, Korea dan Taiwan. Jenis masakan
sidat yang paling poluler di Jepang adalah “unadon”. Unadon berasal dari kata
unagi no kabayaki (ikan sidat panggang atau smoked eel) dan donburi (yaitu nasi
dan berbagai menu yang diasjikan dalam mangkok besar). Boleh dicoba – dan kita akan menikmati setiap
gigitan menu ini. Kalau di Indonesia
kemana kita pergi akan ketemu sate, maka bila di Jepang kita akan ketemu sidat
panggang yang sanagat harum menusuk hidung dan membangkitkan selera kita.
Pasar sidat meliputi pasar domestik dan
internasional, namun suplainya masih sangat terbatas, sehingga harga ikan ini
cukup tinggi terutama untuk ukuran benih (elver maupun fingerling). Selama ini
tujuan ekspor utama adalah Jepang, tetapi juga merupakan penghasil sidat
dunia. Permintaan sidat negara itu
mencapai 130.000 ton per tahun, sementara produksinya baru 21.800 ton atau baru
16,8%. Jumlah produksi tersebut sebagian besar dari hasil budidaya yaitu 21.000
ton (96,3%).
Permasalahan yang dihadapi dalam budidaya di
Jepang maupun negara-negara lain adalah semakin menurunnya suplai benih. Beberapa sebab menurunnya suplai benih antara
lain adalah karena penangkapan glass eel yang tak terkendali, dan semakin
rendahnya jumlah sidat dewasa yang mampu kembali ke laut untuk memijah.
Penangkapan
yang tak terkendali di hampir semua negara berlangsung sudah sejak lama, dimana
glass eel biasa ditangkap untuk makanan yang lezat. Kegiatan ini kemudian dilarang di Eropa, dan
di Indonsesia berhenti setelah mereka mengetahui bahwa harga glass eel ini
sangat mahal. Semakin rendahnya ikan
dewasa yang mampu kembali ke laut disebabkan oleh semakin intensifnya
penangkapan glass eel, banyaknya penghalang yang menghadang glass eel / elver naik
ke hulu (antara lain bangunan-bangunan pengatur irigasi), dan belum berhasilnya
produksi benih dari budidaya.
Berbeda dengan di Indonesia, sebagian daerah
potensial sidat seperti Sumatera, Sulawesi, dll. belum dimanfaatkan secara
optimal, kecuali di Selatan Pulau Jawa. Demikian pula budidaya ikan ini belum
sepenuhnya diusahakan secara maksimal.
Usaha budidaya sidat secara super intensif yang dulu pernah dilakukan
menjadikan harga pokoknya cukup tinggi, sedang harga ekspor kadang turun
bergantung musim panen di negara importir.
Dengan semakin menurunnya suplai benih,
semakin mahal harga sidat baik benih maupun ukuran konsumsi. Harga sidat ukuran
konsumsi secara bertahap terus meningkat; di pasaran lokal dari harga per
kilogram Rp.50.000 beberapa tahun lalu kini meningkat hingga Rp.80.000. Jepang
bahkan memberikan harga yang jauh lebih tinggi khususnya untuk sidat budidaya
yang dikemas hingga kualitas produk memenuhi persyaratan mereka. Untuk harga glass eel khususnya merangkak
cepat dari per kg Rp.5.000 pada tahun delapan puluhan, akhir-akhir ini menjadi
Rp.400.000-500.000. Tingginya harga
glass eel di luar negeri bahkan menyebabkan ekspor elver sidat secara diam-diam
dan ini merupakan suatu hal yang sangat tidak bijaksana. Pengembangan budidaya dengan demikian
merupakan peluang baik bagi masyarakat, yang perlu didukung oleh
pemerintah. Teknologi madya yang telah
ditemukan pada tahun-tahun tujuh puluhan oleh pengusaha swasta dan kemudian
akhir-akhir ini dimulai oleh Balai
Layanan Usaha Produksi Budidaya Karawang (dulu PT. Pandu TIR) salah satu UPT
Ditjen Budidaya, Kementerian Kelautan dan Perikanan) di Karawang, membuka
hasanah baru menggeliatnya minat usaha sidat di Indonesia.
Klasifikasi Sidat
Beberapa
ahli, antar lain Djajadireja (1952), mengklasifikasikan sidat dalam tata nama
sebagai berikut:
Filum : Chordata
Sub Filum : Euchordata
Kelas : Osteichthyes
Subkelas : Actinoptrygii
Infrakelas : Teleostei
Superordo : Elomorpha
Ordo : Anguiliformes
Famili : Anguilidae
Genus : Anguilla
Species : Anguilla spp.
Filum : Chordata
Sub Filum : Euchordata
Kelas : Osteichthyes
Subkelas : Actinoptrygii
Infrakelas : Teleostei
Superordo : Elomorpha
Ordo : Anguiliformes
Famili : Anguilidae
Genus : Anguilla
Species : Anguilla spp.
Morfologi dan Anatomi Sidat
Selintas sidat mirip dengan belut. Tubuhnya bulat dan panjang, warnanya juga sama yaitu kuning, abu-abu, cokelat, dan terkadang hitam. Namun bila diperhatikan, ikan ini berbeda dengan belut, yaitu adanya sirip dada (pectoral fin) di belakang kepalanya (meski ada beberapa jenis tidak memiliki sirip ini); sirip punggung (dorsal fin) dan sirip duburnya (anal fin) langsung menyatu hingga sisrip ekor (caudal fin) membentuk suatu pita lembut antara panjang dan tinggi 20 : 1. Kepala sidat berbentuk segitiga, memiliki mata, hidung, mulut, dan tutup insang. Mata sidat tidak tahan terhadap sinar matahari karena sidat termasuk binatang malam (nocturnal). Oleh sebab itu, tempat pemeliharaan sidat, terutama pada tahap pendederan, harus diberi peneduh berwarna hitam. Mulut sidat berfungsi untuk mengambil makanan. Mulut sidat membelah hampir di sepanjang bagian kepala. Hidung sidat sangat kecil, berfungsi untuk alat penciuman. Tutup insang berada di bagian bawah kepala atau di depan sirip dada. Sebagian besar spesies ikan ini nokturnal (aktif di malam hari), hingga kita jarang melihatnya di alam; hanya kadang kita melihatnaya di lubang-lubang atau di tempat khusus yang kadang dikeramatkan orang. Sebagian species hidup di perairan lebih dalan di paparan benua dan diderah dengan kedalaman hingga 4.000 m. Hanya yang termasuk dalam famili Aguilidae yang secara teratur mendiami perairan tawar namun juga kembali ke laut untuk memijah.
Berbeda lagi dengan yang disebut sidat
listrik (Electrophorus electricus),
merupakan penghuni sungai Amazon dan sungai Orinoko yang memiliki kekuatan
listrik mencapai 650 volt yang digunakannya untuk berburu mangsa dan membela
diri. Kejutan listrik yang dihasilkan oleh ikan ini cukup untuk membunuh seekor
kuda dari jarak 2 meter. Cara kerja penghasil listrik pada ikan ini dapat
digunakan sangat cepat mencapai dua hingga tiga perseribu detik. Ketika
gelisah, ia mampu menghasilkan guncangan listrik selama setidaknya satu jam
tanpa tanda-tanda melelahkan.Ia bisa tumbuh hingga panjang 2,5 m dan berat 20
kg, walaupun biasanya ukuran rata-ratanya adalah 1 meter[1]. Berbeda lagi dengan yang disebut sidat
listrik (Electrophorus electricus), merupakan penghuni sungai Amazon dan sungai
Orinoko yang memiliki kekuatan listrik mencapai 650 volt yang digunakannya
untuk berburu mangsa dan membela diri. Kejutan listrik yang dihasilkan oleh
ikan ini cukup untuk membunuh seekor kuda dari jarak 2 meter. Cara kerja
penghasil listrik pada ikan ini dapat digunakan sangat cepat mencapai dua
hingga tiga perseribu detik. Ketika gelisah, ia mampu menghasilkan guncangan
listrik selama setidaknya satu jam tanpa tanda-tanda melelahkan.Ia bisa tumbuh
hingga panjang 2,5 m dan berat 20 kg, walaupun biasanya ukuran rata-ratanya
adalah 1 meter[2]
Di Indonesia sendiri ada tujuh jenis dari
total 18 jenis di dunia. Dari tujuh
jenis itu, dapat digolongkan menjadi dua yaitu yang bersirip dorsal pendek dan
yang bersirip dorsal panjang. Yang
bersirip dorsal pendek adalah Anguilla bicolor dan Anguilla bicolor Pacifica.
Sedang yang bersirip dorsal panjang adalah Anguilla borneoensis,
Anguilla marmorata, Anguilla celebesensis, Anguilla megastoma dan Anguilla
interioris.
Sumber daya alam Indonesia sangat mendukung.
Pertama, Indonesia beriklim tropis, hujan dan kemarau yang sangat baik bagi
kehidupan sidat. Kedua, Indonesia memiliki sumber benih yang sangat melimpah.
Teknologi budidaya sidat sudah mulai dikuasai dan relafit mudah. Selain itu,
pembudidaya sidat masih sangat sedikit, sehingga usaha ikan ini terbuka
lebar.
Usaha komoditas sidat yang ada di Indonesia
selama ini ada tiga segmen, yaitu penangkapan, pendederan, dan pembesaran,
disamping usaha perdagangan terutama ekspor.
Habitat dan Siklus Hidup Sidat
Sidat termasuk ikan katadromus, yaitu ikan
yang dewasa berada di hulu sungai atau danau, tetapi bila sudah matang gonad
akan beruaya dan memijah disana. Memijah di kedalaman laut hingga lebih dari
6.000 m, telur-telur naik ke permukaan dan menetas menjadi larva. Larva sidat yang terbawa arus, bermetamorfosa
menjadi leptocephalus (berbentuk seperti daun), dan terus mengarungi samudera
menuju ke pantai/perairan tawar. Setelah mencapai pantai dalam kurun waktu satu
hingga tiga tahun, sudah berupa glass eel dengan tubuh transparan hingga
terlihat insang (berwarna merah terang) dan hatinya. Di Pelabuhan Ratu, glass eel mencapai muara
sungai dengan ukuran 45-60 mm (0,15 – 0,2 g), sedang di Eropa mencapai ukuran
75-90 mm. Mencapai pantai, glass eel
memasuki muara sungai dan terus naik dan hidup di hulu-hulu sungai, danau, dan
rawa, atau tinggal di perairan rawa pasut atau perairan payau.
Makanan Sidat
Sidat bersifat omnivora sewaktu kecil dan
karnivora saat dewasa. Sebagai karnivora, sidat memakan ikan dan binatang air
yang berukuran lebih kecil dari bukaan mulutnya. Sidat juga bisa memakan
sesamanya (kanibal).
Saat masih kecil, sidat bersifat omnivora,
memakan organisme-organisme invertebrata. Sidat bisa memakan hewan-hewan kecil
seperti anak kepiting, anak-anak ikan, cacing kecil, anak kerang atau siput dan
tanaman air yang masih lembut.
Teknologi budidaya yang cukup berperan penting
dalam menunjang berkembangnya budidaya ikan ini antara lain adalah bahwa ikan
ini sudah mau memakan pelet, dari yang sebelumnya sebagai pakan buatannya
adalah dalam bentuk pasta. Pakan pasta
cukup merepotkan dalam budidaya sidat; selain penyiapannya memakan energi, juga
air media budidaya menjadi cepat kotor.
PERSYARATAN LOKASI
Lahan
1.
Syarat:
a)
Dekat dengan sumber air;
b)
Kualitas airnya baik dan tidak tercemar oleh limbah industri dan logam
berat;
c)
Air mengalir secara kontinu sepanjang tahun;
d)
Jenis tanahnya baik dan tidak porous;
e)
Lahan sesuai dengan skala usaha.
Luas lahan harus disediakan tergantung dari
tahapan/segmen kegiatan usaha yang dipilih dan skala produksinya.
Perlu diingat bahwa bila air yang tersedia
tidak mencukupi untuk pengairan kolam sistem flowthrough maka padat tebar atrau
targe harus disesuaikan.
Sumber Air
Air merupakan media hidup sidat. Keberhasilan
sidat sangat ditentukan oleh keadaan airnya.
a)
Sumber air
Memilih sumber air untuk budidaya sidat tidak
boleh sembarangan. Ada tiga sumber air yang baik untuk kegiatan pembesaran.
1) Air sumur
2) Mata air
3) Air sungai
b)
Kuantitas
Kuantitas disebut juga debit air adalah jumlah
air yang tersedia atau mengalir di suatu tempat. Jumlah air yang dibutuhkan
dalam budidaya sidat tergantung dari skala produksi dan tahapan kegiatan yang
dilakukan.
Untuk pendederan, setiap produksi 1000 ekor/bulan
dibutuhkan air sekitar 5 liter/detik. Sementara untuk pembesaran, setiap skala
produksi 10.000 ekor/bulan dibutuhkan air 5 liter/detik.
c)
Kualitas
Suhu yang sesuai akan menunjang laju
pertumbuhan yang tinggi, konversi pakan yang rendah dan merupakan salah satu
faktor yang berpengaruh terhadap kondisi kesehatan ikan. Dua hal yang pertama tersebut terkait dengan
laju metabolisme yang tinggi; dan laju pertumbuhan yang tinggi akan
memperpendek waktu pemeliharaan. Kondisi kesehatan akan menunjang nafsu makan,
dan serta mengurangi angka kematian (mortalitas) sehingga menunjang tingkat
kelangsungan hidup (sintasan atau Survival Rate atau SR) yang tinggi. (dikatakan menunjang karena masih ada
faktor-faktor lain yang perpengaruh).
Warna air yang hijau kecoklatan adalah terkait
dengan berkembangnya plankton (fitoplankton maupun zooplankton).
Oksigen merupakan faktor pembatas dalam sistem
akuatik. Kecukupan oksigen dalam air media budidaya akan mendukung proses
metabolisme (jumlah total perubahan secara kimiawi dalam tubuh organisme hidup
dan sel-selnya yang merubah makanan menjadi protoplasma, serta selanjutnya
protoplasma dipergunakan dan diuraikan menjadi senyawa-senyawa yang lebih
sederhana serta kotoran dengan pelepasan energi). Kandungan oksigen dalam air
media budidaya dipengaruhi tingkat fotosintesis tumbuhan air/fitoplankton,
suhu, serta banyak sedikitnya bahan organik, serta jumlah organisme dan aktivitasnya.
Karbon dioksida (CO2) berpengaruh terhadap
perkembangan fitoplankton (terkait dengan proses fotosintesis), dan terhadap pH
air dalam air media budidaya. Kandungan
CO2 dalam air tidak boleh terlalu tinggi, karena akan menurunkan pH air dan
akan menurunkan oksigen terlarut dalam air media budidaya. Tingginya
konsentrasi bakteri dan bahan-bahan
organik tersuspensi akan meningkatkan kandungan CO2 dan menurunkan kandungan
oksigen dalam air media budidaya. Tingginya CO2 dapat dicegah dengan aerasi yang
cukup, dan pengaturan pH.
Amoniak atau NH3 merupakan senyawa toksik
(racun terhadap ikan). Amoniak atau amonia bebas merupakan salah satu hasil
perombakan bahan organik dalam air media budidaya, yang keseimbangannya dengan
amonium (NH4OH) yang tidak toksik, bergantung pada pH (semakin tinggi pH maka
semakin tinggi proporsi amoniak). Dengan demikian maka pH dijaga jangan
melampaui batas kisaran maksimal.
Alkalinitas adalah jumlah knsentrasi basa
dalam air (utamanya bikarbonat atau HCO3- dan karbonat atau CO22- dinyatakan
dalam mg/ltr ekivalen CaCO3. Air ber-alkalinitas cukup tinggi akan mempunyai pH
yang lebih stabil, serta mempunyai produktivitas lebih tinggi.
d)
Kontinuitas
Kontinuitas adalah keadaan suatu sumber air
dalam masa tertentu. Sumber air yang mampu menyediakan air setiap saat atau
tidak pernah kering dikatakan kontinyu.
Bila kita bisa memilih di antara ke tiga macam
sumber air di atas, selain terkait pula dengan kuantitas, kualitas dan
kontinuitasnya, maka juga dipertimbangkan biaya awal dan biaya operasionalnya.
1.2.3
Jenis Tanah
Jenis tanah untuk budidaya sidat harus
memiliki safat-sifat fisik dan kimia yang baik, yaitu guna menunjang
fungsi-fungsi: (1) terciptanya lingkungan bagi hidup dan berkembangnya ikan
yang dibudidayakan dengan baik, (2) berkembangnya pakan alami, dan (3) kuat
kenampung air di dalamnya serta beban peralatan di atasnya. Fungsi pertama dan ke dua menyangkut
kesuburan. Kesuburan dimaksud adalah bahwa tanah mendukung terciptanya air
media budidaya yang subur, atau tidak menyebabkan air kolam berubah menjadi
miskin hara ataupun perubahan secara fisika dan kimia lainnya karena pengaruh
tanah kolam tersebut. Fungsi ke tiga adalah bahwa kolam tidak bocor/rembes, dan
kuat menahan beban. Ada dua macam jenis
tanah yang sesuai untuk maksud tersebut:
-
tanah terapan (clay loam) yaitu tanah dengan kandungan liat, pasir dan
debu kurang lebih berimbang; dan
-
tanah liat berpasir atau lempung berpasir.
1.3
FASILITAS
1.3.1
Fasilitas Utama
Fasilitas utama yaitu jenis fasilitas yang
langsung digunakan untuk pemeliharaan sidat.
Gambar 7 dibawah ini adalah contoh fasilitas utama untuk unit budidaya
dengan teknologi madya dengan sistem air mengali (flowthrough system).
a)
Tempat penampungan air (tandon)
Adalah fasilitas penampungan air digunakan
untuk menyediakan air selama proses produksi. Selain itu tempat ini juga
berfungsi mengendapkan lumpur dan menetralisir zat-zat yang tidak bermanfaat
bagi sidat.
b)
Bak pendederan
Bak pendederan adalah tempat untuk memelihara
elver hingga menjadi benih. Pendederan
ada dua tahap, yaitu Pendederan 1 dan Pendederan Lanjutan. Pendederan 1 adalah untuk membuat elver mau
makan dengan pakan yang diberikan (belajar makan). Tahapan ini cukup kritis, sehingga sebaiknya
dilaksanakan dalam bak-bak terkontrol atau dalam ruangan (indoor). Sedang Pendederan Lanjutan (Pendederan 2 dan
3) adalah membesarkan elver menjadi juvenil, dan tahapan ini baik dilakukan di
bak-bak outdoor. Ukuran bak Pendederan-1 cukup kecil saja misalnya 1,5 x 3 x
0,6 m, dan ukuran bak Pendederan 2 kurang lebih berukuran 50-100 m2 dengan
kedalaman 0,8 m.
c)
Kolam pembesaran sidat
Kolam pembesaran adalah tempat yang digunakan
untuk memelihara benih hingga menjadi sidat ukuran konsumsi. Ukuran kolam
Pembesaran bisa bervariasi dari 300-1.000 m2 dengan kedalaman 1-1,2 m. Karena
masa pemeliharaan untuk mencapai ukuran konsumsi cukup lama, diperlukan
beberapa kali tahapan/pemindahan ikan sesuai ukuran, maka ukuran kolam bisa
dibuat bervariasi.
1.3.2
Fasilitas penunjang
Fasilitas penunjang meliputi :
a) Sumber
listrik;
b) Peralatan
pengudaraan atau aerasi (kincir, blower, dll.);
c) Peralatan
pengukuran kualitas air;
d) Peralatan
bantu kerja (ember, gayung, serok, saringan air, dll.);
e) Bangunan
(mess karyawan, gudang. Laboratorium, pos jaga, dsb.);
f) Kendaraan
angkutan (mobil, motor);
g) Peralatan
administrasi (computer, meubelair, lemari, cardek, dll).
Peralatan pengudaraan (aerasi):
ü
Kincir air. Peralatan aerasi tipe ini merupakan satu tipe alat untuk
meningkatkan kandungan oksigen terlarut dalam media budidaya, serta untuk
menciptakan adanya arus air. Tingkat
difusi oksigen dengan alat ini tergolong tinggi (contoh Gambar 9.)
ü
Blower. Aerator tipe ini langsung
memberikan udara dari lapisan bawah, juga cukup kuat, namun memerlukan jaringan
pemipaan dan batu aerasi atau pipa berlubang di dasar kolam.
ü
Aero-O2. Aerator tipe ini
menyemprotkan udara ke dalam air dan mendorong ke satu arah yang dapat membuat
air bersirkulasi. Tipe ini juga mampu
memberikan oksigen langsung di lapisan tengah/bawah.
Peralatan pengukuran kualitas air:
Beberapa alat ukur kualitas air antara lain
adalah (juga Gambar 10):
ü
Thermometer untuk mengukur suhu air media budidaya;
ü pH
meter untuk mengukur pH air media budidaya;
ü
Salinometer untuk mengukuran salinitas air media budidaya;
ü DO
Meter untuk mengukura kandungan oksigen air media budidaya;
ü Test
kit amonium, nitrat, dan nitrit.
Gambar 10. Peralatan ukur kualitas air.
Semakin intensif tingkat teknologi yang
diaplikasikan serta semakin besar skala produksinya, semakin diperlukan
pemantauan/kontrol kualitas air, sehingga peralatan-peralatan seperti tersebut
di atas mutlak diperlukan. Namun untuk
teknologi sederhana tidak harus semua jenis alat tersedia; paling tidak
thermometer, pH meter atau kertas lakmus pH tetap diperlukan.
1.4
SARANA BUDIDAYA SIDAT
1.4.1
Benih Sidat
Benih sidat ada dua macam, yaitu glass eel
ditandai dengan bentuk tubuh bulat panjang seperti lidi berwarna agak bening,
dan memiliki panjang rata-rata 5-6 cm (dari muara sungai Cimandiri-Pelabuhan
Ratu). Yang ke dua adalah fingerling yaitu benih sidat ukuran 10-20 cm, bisa
diperoleh dari daerah lain.
1.4.2
Pakan Tambahan
Pakan tambahanadalah pakan yang berasal dari
luar media pemeliharaan yang bisa diberikan dan dimanfaatkan sebagai makanan
ikan. Beberapa jenis misalnya cacing sutra, ikan rucah, cacing tanah, daging
keong , bekicot, dll.
1.4.3
Pupuk dan Obat-obatan
Pupuk yang dipergunakan bisa berupa pupuk
kandang ataupun pupuk kimia sepertiurea, TSP.
Obat-obatan ada berbagai macam, seperti antibiotik, anti jamur,
desinfekan, dll. Dibawah ini contoh
beberapa bahan tersebut (Gambar 12).
PENYEDIAAN BENIH SIDAT
2.1
PENANGKAPAN DI ALAM
2.1.1
Faktor-faktor yang perlu diperhatikan
Beberapa faktor yang perlu diperhatikan bila
kita hendak mengusahakan penangkapan benih sidat dengan berhasil, antara lain:
1)
Tipe daerah
Seperti diketahui, glass eel atau elver
berusaha naik ke hulu sungai dari habitat awalnya di Samudera. Muara yang disukai mereka untuk masuk ke
sungai adalah daerah yang gelombang air laut tidak terlalu besar dan arus
tiodak terlalu kuat, yaitu daerah teluk atau daerah yang terlindung. Contoh di muara sungai Cimandiri dan sungai
Poso. Selain itu, adalah daerah bukan
muara sungai namun ada perairan yang punyai akses ke laut seperti di Cilacap
yaitu Segara Anakan. Lokasi-lokasi ruaya
ikan sidat juga banyak terdapat di Sumatera, Sulawesi, dan mungkin di
Kalimantan dan Papua.
2)
Kondisi alam
Tidak semua tipe daerah yang potensial
sebagaimana disebut di atas cocok untuk daerah penangkapan glass eel atau
elver. Umumnya kondisi muara sungai
dengan daratan yang landailah yang sesuai; pda muara sungai dengan tanah yang
terjal menyulitkan kita menangkap dan membawa benih tersebut.
3)
Musim
Musim elver/benih sidat berbeda antara daerah
satu dan lainnya. Di Pelabuhan Ratu,
musim elver adalah bulan Oktober-Maret dengan puncaknya pada bulan
Januari. Di Teluk Poso, musim benih
sidat adalah antara bulan April-Oktober dengan puncaknyapada bulan Juni. Di Cilacap musim benih sidat adalah antara
bulan Juni-Agustus (impun) dan Oktober-Desember (sidat muda).
4)
Cuaca
Benih sidat (elver) hanya muncul di
muara-sungai sungai ketikan cuaca cerah atau tidak hujan, dan angin tidak
terlalu kencang, serta kelembaban rendah.
5)
Arus air sungai
Karena elver masih lemah, mereka hanya dapat
naik ke sungai ketika arus sungai tidak terlalu deras. Hal ini umumnya terkait dengan ada tidaknya
hujan; pada waktu hujan deras, debit air sungai besar dan arus kuat.
6)
Kekeruhan
Kekeruhan air sungai umumnya juga terkait
dengan ada tidaknya hujan. Pada waktu hujan deras, umumnya kekeruhan air sungai
sangat tinggi karena membawa partikel tanah dari erosi di daerah hulu. Pada kondisi demikian elver tidak naik ke
sungai; selain bau lumpur, juga karena arus yang kuat.
2.1.2
Waktu penangkapan sidat
Waktu penangkapan elver di muara sungai yang
baik adalah pada waktu malam hari ketika air pasang dan bulan gelap. Kaitannya dengan air pasang adalah bahwa pada
kondisi air laut yang tinggi, maka arus air sungai di muara menjadi diperlemah
dan ini memudahkan elver naik. Kaitannya
dengan bulan gelap adalah karena sidat bersifat nokturnal yaitu aktif di malam
hari atau suasana gelap, sehingga pada bulan terang sidat tidak terlihat muncul
untuk naik.
2.1.3
Peralatan penangkapan sidat
Peralatan-peralatan untuk menangkap glass eel
/elver adalah anco/waring atau seser, serta peralatan bantu berupa
petromak/senter, baskom kecil, koja dan boks styrofoam. Kadang para penangkap memasang tenda/saung di
pinggir sungai. Untuk menangkap benih
yang sudah agak besar seperti di rawa-rawa, biasanya dipergunakan bubu dan
dengan pemberian umpan dari anak katak, atau hewan kecil lain yang tersedia di
daerah penangkapan.
2.1.4
Cara penangkapan sidat
Dalam kegiatan penangkapan elver, umumnya
mereka berkelompok dalam lima orang.
Pembagian tugasnya adalah satu orang menunggu di tenda/saung dengan boks
styrofoamnya, dua orang memegang petromak/senter bertugas memberikan penerangan
dan mencari gerombolan elver, dua orang lagi memegang waring bertugas menangkap
elver yang muncul. Mereka masuk ke
sungai mencari gerombolan elver pada kedalaman air yang masih terjangkau,
menangkap dengan waring/seser, memasukkannya ke dalam koja, dan selanjutnya
membawa dan memasukkannya ke boks styrofoam.
Setelah cukup atau berakhir waktu penangkapan (fajar mulai menyingsing
atau setelah sudah tidak ditemukan lagi elver yang muncul), mereka membawanya
ke tempat penampungan mereka atau ke pengumpul.
2.1.5
Usaha menjaga kelestarian ketersediaan benih
Dari kondisi bahwa ketersediaan benih sidat
dari alam terus menurun baik di Indonesia maupun di negara-negara lain, maka
diperlukan upaya-upaya untuk melestarikan atau memulihkan kembali sumberdaya
benih sidat di alam. Di negara kita,
salah satu upaya untuk itu adalah adanya pelarangan ekspor benih sidat. Di Eropa,upaya perlindungan suberdaya sidat
di sana adalah sebagai berikut :
1) Larangan
menangkap sidat dalam wilayah tertentu dan ditempat-tempat ruaya sidat untuk
tahapan perkembangan.
2) Menentukan
jumlah tangkapan yagn diperbolehkan, baik volume dan ukuran yang boleh
ditangkap dan didaratkan.
3) Membangun
kembali habitat sidat.
4) Mendukung
tindakan teknis, seperti bantuan konstruksi agar sidat dapat naik ke sungai.
5) Perlu
menentukan wilayah dan musim yang tidak boleh menangkap.
6) Menerbitkan
ijin khusus bagi penangkap sidat.
7) Mendukung dan
memperkuat stok sidat melalui restocking.
2.2
PERAWATAN GLASS EEL
2.2.1
Kolam penampungan
Di tempat penampungan sementara baik milik
penangkap atau pengumpul, diperlukan beberapa kolam untuk penampungan dan
perawatan elver hingga dikirim ke pembudidaya.
Kolam penampungan cukup sederhana, bisa terbuat dari tembok atau terpal
dengan ukuran panjang +/- 2 m, lebar +/- 1 m, dan kedalaman +/- 30 cm.
Peneduh/atap diperlukan untuk menghindari terkena hujan dan papan sinar
Matahari.
Air sebaiknya berkualitas baik dan jernih,
bisa dari mata air, air saluran ataupun air sumur. Bila sistem air diam, perlu dilakukan
perganian air setiap hari. Peralatan lain yang diperlukan adalah :
o aerator lengkap
dengan slang dan batu aerasi;
o peralatan sipon
seperti slang, baskom, dan saringan; dan
o timbangan
Selain itu, diperlukan ketersediaan garam
untuk membuat air penampungan pada salinitas +/- 5 ppt atau kurang lebih sama
dengan salinitas air muara sungai dimana dilakukan penangkapan.
2.2.2
Perawatan
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam
perawatan elver di penampungan meliputi :
a) Kolam harus
benar-benar bersih sebelum digunakan;
b) Air sebaiknya
dengan salinitas +/- 5 ppt dengan ketinggian ari +/- 20 cm;
c) Padat tebar
tidak boleh terlalu tinggi, karena beresiko melemahnya elver hingga kondisinya
atau kualitasnya tidak baik. Padat tebar yang disarankan maksimal adalah
sebanyak 10 ekor/liter air. Jadi kalau
bak penampungan berukuran 1m x 2 m dan diisi air 20 cm, maka jumlah elver yang dimasukkan
maksimal adalah sebanyak 4.000 ekor.
d) Jangan lupa
diaerasi guna menambah oksigen;
e) Bila lama
penampungan lebih dari dua hari, sebaiknya diberi pakan berupa cacing tubifex,
dengan cara disebar merata;
f) Secara rutin
dilakukan pergantian air (untuk sistem air diam) dengan cara disipon.
PENDEDERAN SIDAT
3.1. SISTEM
BUDIDAYA
Ada berbagai alternatif teknologi yang dapat
diaplikasikan untuk membudidayakan ikan sidat. Teknologi mana yang dipilih
adalah bergantung pada kondisi alam dan sumber air, skala usaha, kekuatan
modal, ketersediaan tenaga kerja terampil, dll.
Pada pembahasan ini, teknologi yang dimaksud adalah SISTEM
MONOKULTUR, TEKNOLOGI MADYA DENGAN SISTEM
AIR MENGALIR (kecuali disebutkan khusus).
Sistem green water untuk pendederan lanjutan maupun pembesaran dilakukan
bila ketersediaan air terbatas sehingga tidak memungkinkan diaplikasikan sistem
air mengalir.
Kolam yang dipergunakan untuk Pendederan 1
sebaiknya bak-bak indoor, dan untuk Pendederan 2 dan 3 bisa kolam-kolam out
door. Pemisahan sesuai ukuran akan
mengurangi tingkat kanibalisme dan agar yang ukuran kecil tidak selalu
menderita karena kalah bersaing khususnya dalam perolehan pakan
3.2
PENYIAPAN AIR PASOK
Air yang dipergunakan sebagai pasok untuk
budidaya harus disiapkan demikian rupa hingga kualitasnya memenuhi syarat dan
juga dalam jumlah yang memadai. Penyiapan air ini meliputi :
ü Pengendapan,
atau cara lain untuk mengurangi kotoran fisik);
ü Pembasmian bibit
penyakit (bila diperlukan);
ü Penyaringan
lebih lanjut untuk diperoleh air yang benar-benar bersih, untuk pendederan 1.
ü Penampungan
dalam tandon masin-masing (untuk pendederan 1 dan untuk keperluan lainnya).
3.3
PENDEDERAN 1 SIDAT
3.3.1
Kolam Pendederan Sidat
Kolam berukuran +/- 2 x 3 x 0,6 m. Kolam
Pendederan 1 sebaiknya ditempatkan dalam ruangan (indoor) masksudanya agar suhu
air media budidaya dapat lebih stabil.
Suhu yang tidak stabil atau goncangannya besar kurang baik untuk elver
(ikan pada umumnya), karena nafsu makan dapat terganggu, juga resiko terserang
penyakit lebih besar.
Kegiatan dalam Pendederan Sidat :
Adapun tahapan
kegiatan/pekerjaan dalam pendederan 1 adalah :
3.3.2
Persiapan kolam dan air media budidaya sidat
Kegiatan persiapan terdiri dari pembersihan,
pemberantasan penyakit, pengeringan, dan pengisian air, dengan penjelasan sbb:.
ü Pembersihan bak
dilakukan dengan menyikat dinding dan dasar bak.
ü Pemberantasan
penyakit dilakukan dengan mengosok dinding dengan bisa yang sudah dicepul dalam
larutan kaporit 30-100 ppm (bergantung pada kondisi dinding dan dasar bak).
ü Pengeringan
dilakukan hingga kering benar, antara 2-3 hari bergantung pada cuaca.
ü Pengisian air
dilakukan hingga kedalaman +/- 30 cm.
Sudah barang tentu air adalah air yang sudah disiapkan dalam tandon.
3.3.3 Penebaran elver
Waktu yang baik untuk menebar elver adalah
pada pagi hari saat suhu air masih rendah, yaitu antara pukul 07.00 – 09.00.
tujuannya agar elver tidak stres akibat suhu tinggi. Kepadatan elver pada
pendederan pertama 4-5 ekor liter air atau 4.000 – 5.000 ekor/m3.
3.3.4
Pemberian Pakan
Pakan tambahan diberikan keesokan harinya atau
sehari setelah penebaran. Selama semalam elver dibiarkan beradaptasi dengan
lingkungan barunya.
Pakan tambahan berupa cacing sutra yang masih
hidup. Diberikan empat kali sehari, yaitu pukul 09.00, pukul 12.00, pukul
15.00, dan pukul 19.00. dosisnya masing-masing 20% dari berat total atau 20
g/5000 ekor elver pada minggu pertama,
40 g pada minggu kedua, 60 g pada minggu ketiga, dan 80 g pada minggu keempat
3.3.5
Pengontrolan
Untuk menjaga kualitas air tetap baik,
sebagian air dalam bak harus diganti dengan air baru. Sebelum melakukan
pembuangan air, kotoran harus dibuang
dengan cara disipon.
3.3.7
Pencegahan penyakit
Pencegahan penyakit dilakukan setiap tiga hari
sejak minggu pertama sampai minggu keempat. Obat dan bahan yang digunakan
adalah Oxytetracyclin 5 – 10 ppm dan garam 200 – 400 ppm.
3.3.8
Pemanenan
Pemanenan dilakukan setelah 2 minggu masa
pendederan. Caranya dengan menyurutkan air bak secara perlahan dengan memasang
pipa pembuangan. Pipa pembuangan diberi puluhan lubang kecil, lebih kecil dari
ukuran elver. Pipa tersebut berfungsi sebagai saringan.
Panen parsial juga bisa dilaksanakan, terutama
bila terlihat adanya pertumbuhann yang tidak seragam. Elver/benih yang sudah lebih besar bisa
dipanen terlebih dahulu dan dipindahkan ke kolam pendederan 2.
Penangkapan dilakukan dengan sekup halus setelah
air perlahan surut kemudian dimasukkan ke dalam ember. Setelah ember penuh,
elver/benih dimasukkan ke dalam hapa yang dipasang di bak lain dengan aliran
lebih deras. Hapa berukuran panjang 2 m, lebar 1 m, tinggi 60 cm. demikian
penangkapan dilakukan berulang-ulang hingga semua benih tertangkap
3.3.9
Seleksi
Seleksi dilakukan setelah benih dibiarkan
selama dua jam agar kondisi tubuh benih pulih. Seleksi dilakukan untuk
memisahkan benih yang besar dan kecil untuk dibudidayakan dalam kolam berbeda.
Hal ini menghindari kanibalisme.
Benih berukuran besar adalah benih berkualitas
lebih baik, sedangkan benih berukuran kecil disebut benih kualitas kedua atau
dengan kualitas dibawah kualitas benih besar.
3.4. PENDEDERAN SIDAT LANJUTAN
3.4.1
Umum
Tahapan pekerjaan dan perawatan budiaya pada
Pendederan Lanjutan (Pendederan 2 maupun Pendederan 3) pada dasarnya sama
dengan pada tahapan Pendederan 1,
kecuali bahwa pada tahapan ini kita sudah tidak mengajari benih untuk
makan. Pendederan 2 dimulai dari
penyiapan kolam dan media budidaya.
Kolam Penderan 1 yang digunakan bisa kolam
tanah dengan ukuran 50-100 m2 dan kedalaman 80 cm, sedang untuk kolam
Pendederan 2 bisa 100-300 m2 dengan kedalaman 90-100 cm.
3.4.2
Persiapan kolam dan media budidaya
Kegiatan persiapan terdiri dari perbaikan
pematang dan bagian-bagian kolam yang bocor, pembersihan, pengeringan,
pemberantasan penyakit, pembilasan, dan pengisian air. Pengeringan dilakukan
dengan cara membiarkan bak terjemur matahari. Pemberantasan penyakit : rendam kolam dengan
larutan kaporit dengan dosis 30-50 gram/m3 selama dua hari, kemudian dibilas
hingga sisa-sisa dan bau kaporit hilang, dijemur. Pemasukan air dilakukan dua hari setelah pemberantasan
penyakit
3.4.3
Penebaran benih
Pendederan tahap kedua harus dilakukan
pengaturan padat tebar agar menghasilkan kualitas sidat yang baik.
3.4.4
Perawatan pemeliharaan
Perawatan pemeliharaan meliputi pemberian
pakan, pengontrolan kualitas air, monitoring pertumbuhan, monitoring kesehatan,
panen parsial dan panen total.
Pakan yang diberikan adalah pasta dengan
protein >50%, dengan dosis 8-10% dan frekuensi pemberian 4 kali setiap hari. Perlu diperhatikan : Pertama, penyiapan dan
pemberian pakan harus dikontrol agar sesedikit mungkin pakan yang tesuspensi ke
dalam air tanpa termakan, karena kolam akan cepat kotor dan menurunkan kualitas
airnya. Ke dua, bila perlu dilakukan
penyesuaian jumlah pakan dengan kondisi, bila kondisi kurang menunjang, guna
menekan pemborosan karena banyaknya pakan yang tidak dimakan.
Monitoring kualitas air baik melalui
pengukuran parameter-parameter kualitas air utama maupun secara visual. Bila ada nilai parameter kualitas air yang
tidak sesuai, periksa penyebabnya dan lakukan tindakan perbaikan. Rekam dalam
jurnal budidaya yang telah disiapkan.
Cermati setiap kondisi benih utamanya bila ada
kelainan tingkah laku termasuk nafsu makannya, karena bila ada hal demikian
bisa mengindikasikan adanya serangan penyakit.
Keterlambatan pengenalan gejala serangan penyakit akan dapat berakibat
fatal, karena bila sudah cukup luas serangannya maka penanggulangannya akan
lebih sulit dan merugikan.
Monitoring pertumbuhan paling tidak dilakukan
setiap dua minggu dengan mengambil sejumlah contoh dan mengukur panjang total
dan beratnya (satu persatu). Bandingkan
hasilnya dengan laju pertumbuhan standar yang telah dibuat (seperti pada Tabel
5). Evaluasi laju pertumbuhan dan
keseragaman ukurannya. Bila kurang
memuaskan, analisis faktor-faktor yang diduga berpengaruh dan lakukan tindakan
perbaikan.
3.4.5
Sekilas tentang budidaya sidat
sistem resirkulasi
Budidaya sistem resirkulasi adalah suatu sistem
budidaya dimana air buang ditreatmen kemudian dipergunakan kembali sebagai
media budidaya di unit/kolam tersebut. Sistem
ini mampu ditebar dengan kepadatan tinggi, denghan produktivitasnya
tinggi. Pemlihaan air yang memadai kalau
bisa – sempurna menjadi prasyarat mutlak
keberhasilan sistem ini. Filter minimal
yang harus ada adalah filter fisik untuk membuang kotoran dan filter biologi
untuk merombak amonia menjadi nitrat yang relatif tidak toksik. Peralatan
pemiliaan air lain sangat baik bila juga diinstal, seperti hidroklon, skimmer,
lampu ultra violet, dan sarana agar suhu lebih stabil. Penjagaan sistem pemuliaan agar selalu
berfungsi optimal mutlak dilakukan.
Keunggulan sistem ini adalah produktivitas
tinggi meski ukuran kolam kecil dan dan air terbatas, dan kondisi budidaya
dapat lebih terkontrol, tidak terpengaruh oleh kondisi lingkungan
sekitarnya. Kelemahannya adalah biaya
relatif tinggi, sehingga harus diperhitungkan benar-benar kelayakannya untuk
suatu komoditas
3.4.6
Pemanenan
Panen dapat berupa panen parsial dan panen
total, sebagaimana dijelaskan pada Pendedern 1.
Untuk mengetahui hasil panen, benih yang
ditangkap harus dihitung. Perhitungan dapat dilakukan setelah seleksi maupun
sebelum penebaran kembali ke bak pendederan selanjutnya.
3.4.7
Seleksi ukuran (Grading)
Pentingnya dan cara grading sebagaimana halnya
telah dijelaskan pada Pendederan 1.
PEMBESARAN SIDAT
4.1
UMUM
Dari hasil pendederan, ukuran sidat belum bisa
dikatakan sidat konsumsi karena masih terlalu kecil. Ukuran sidat konsumsi
antara 120 – 200 g (5-8 ekor/kg) dan 500g ke atas. Agar mencapai ukuran
tersebut diperlukan kegiatan pembesaran.
Kunci sukses pembesaran sidat:
Kolam yang dipergunakan adalah kolam tanah,
dengan ukuran 300-1000 m2. Kolam ukuran
besar mempunyai keunggulan tersendiri, khususnya bahwa suhu cenderung lebih
stabil baik suhu maupun planktonnya dibandingkan dengan kolam ukuran kecil
(dengan kedalaman air sama).
4.2
PERSIAPAN KOLAM DAN MEDIA PEMELIHARAAN
Persiapan kolam dan media pemeliharaan pada
dasarnya sama dengan pada Pendederan 2 ataupun 3.
Pengapuran bertujuan untuk meningkatkan
produktivitas tanah, terutama pH dan alkalinitasnya. Untuk kolam yang pH nya
sudah 7 tidak perlu dilakukan pengapuran.
Pemupukan dimaksudkan untuk meningkatkan
perkembangan plankton. Meski sidat
ukuran besar sudah tidak memakan plantkon (hewani), namun pupulasi plankton
akan dapat meningkatkan kadungan oksigen air kolam, serta menciptakan suasana
teduh yang nyaman bagi sidat. Dosis
pupuk adalah : pupuk kandang 200-500 g/m2; urea dan TSP 5-10 g/m2. Pupuk kandang mempunyain keunggulan baik
menyuburkan tanah kolam maupun pelepasan unsur haranya yang secara bertahap,
namun perlu hati-hati dengan kemungkinan adanya bibit penyakit. Umumnya pupuk
kandang diaplikasikan bila sudah benar-benar kering, atau bila masih basah
perlu treatment khusus.
Pemupukan dilakukan dengan cara menebar pupuk
ke seluruh dasar kolam. Untuk pupuk kandang bisa dengan memasukkannya dalam
karung agar pelepasan hara bisa bertahap.
4.3
PENEBARAN
Benih yang ditebar adalah hasil dari Pendedsern 3, dengan
ukuran 3-7 gram/ekor. Sudah barang tentu
ukuran yang kurang seragam ini digrading terlebih dahulu untuk ditebar pada
kolam yang berbeda. Besaran padat tebar
untuk tahapan pembesaran bergantung pada ukuran benih. Untuk tahap Pembesaran
1, ukuran benih 3-7 gram/ekor, padat tebarnya +/- 50 ekor/m2 ), dan untuk
Pembesaran tahap ke dua padat tebar 30 ekor/m2.
Pembesaran tahap ukuran benih +/- 50 g/ekor adalah 10-15 ekor/m2.
Penebaran benih dilakukan pada pagi hari saat
suhu masih rendah, yaitu pukul 07.00 – 09.00. tujuannya agar benih tidak stress
pada suhu tinggi.
4.4
PERAWATAN PEMELIHARAAN
Perawatan pemeliharaan meliputi pemberian
pakan, kontrol kualitas air, monitoring pertumbuhan dan kondisi sidat, grading,
dan pemanenan pada dasarnya sama dengan pada tahap Pendederan lanjut
(Pendederan 2 dan 3).
4.4.1
Pemberian pakan
Pakan untuk pembesaran adalah pasta, rucah,
dan pelet. Kandungan protein harus cukup tinggi (45-50%) dan sesuai untuk
sidat. Contoh pasta dan pelet disajikan
pada Gambar 16. Sebagai pakan tahapan pembesaran, pelet sangat baik, karena
pakan dalam bentuk pelet lebih efektif dibandingkan dengan pasta. Beberapa keunggulannya antara lain adalah
yang terbuang relatif lebih sedikit, dan lebih mudah penanganannya. Dosis pakan antara 2-6% dari berat biomas
per hari, dengan frekuensi 2-3 kali
sehari. Untuk kontrol pakan bisa dipergunakan anco; habis tidaknya pakan dan
lamanya pakan dihabiskan merupakan salah satu dasar untuk penyesuaian pemberian
pakan. Kontrol pakan yang baik akan menurunkan resiko pemborosan dan menekan
konversi pakan, suatu faktor utama yang berpengaruh pada tingkat keuntungan
usaha.
Selain cara pemberian, tak kalah penting
adalah kontrol pakan khususnya pengamatan habisnya pakan. Bila waktu habisnya pakan terlalu lama, perlu
diketahui penyebabnya; bila perlu dilakukan penyesuaian dosis pemberiannya.
4.4.2 Pengontrolan
Pengontrolan dilakukan setiap hari untuk
melihat keadaan kolam dan benih. Waktunya bisa bersamaan dengan pemberian pakan
tambahan. Saat pengontrolan, keadaannya harus diamati dengan cermat. Pengontrolan
budidaya meliputi monitoring kualitas air, laju pertumbuhan dan
kondisi/kesehatan ikan yang dibudidayakan.
Monitoring kualitas air baik melalui
pengukuran parameter-parameter kualitas air utama maupun secara visual. Bila ada nilai parameter kualitas air yang
tidak sesuai, periksa penyebabnya dan lakukan tindakan perbaikan. Rekam dalam
jurnal budidaya yang telah disiapkan.
Cermati setiap kondisi benih utamanya bila ada
kelainan tingkah laku termasuk nafsu makannya, karena bila ada hal demikian
bisa mengindikasikan adanya serangan penyakit.
Keterlambatan pengenalan gejala serangan penyakit akan dapat berakibat
fatal, karena bila sudah cukup luas serangannya maka penanggulangannya akan
lebih sulit dan merugikan.
Monitoring pertumbuhan paling tidak dilakukan
setiap dua minggu dengan mengambil sejumlah contoh dan mengukur panjang total
dan beratnya (satu persatu). Bandingkan
hasilnya dengan laju pertumbuhan standar yang telah dibuat (seperti pada Tabel
4). Evaluasi laju pertumbuhan dan
keseragaman ukurannya. Bila kurang memuaskan,
analisis faktor-faktor yang diduga berpengaruh dan lakukan tindakan perbaikan.
Monitoring kondisi sidat yang dibudidayakan
sangat mutlak iperlukan, agart dapat diketahui secara dini adanya gelaja
kelainan khususnya karena adanya serangan penyakit.
4.4.3
Pemanenan
Tahapan pekerjaan dalam panen parsial, bisa
dilihat pada Gambar 18, sedang untuk panen total dijelaskan pada prosedur
berikutnya.
4.4.4 Seleksi ukuran
Seleksi sidat konsumsi dilakukan keesokan
harinya. Sidat yang mati harus dibuang agar tidak mengotori air dalam wadah
penampungan. Seleksii dilakukan dengan memisahkan sidat Seleksi sidat konsumsi
dilakukan keesokan harinya. Sidat yang mati harus dibuang agar tidak mengotori
air dalam wadah penampungan. Seleksii dilakukan dengan memisahkan sidat ang
besar dan yang kecil.
Untuk jumlah yang tidak terlelu banyak,
grading dilakukan secara manual sebagaimana dijelasakan pada tahapan Pendederan
1; sedang untuk sidat yang banyak, diperlukan waktu yang cepat, sehingga bisa
dengan alat bantu grading. Prosedur seleksi ukuran disajikan pada Gambar 19.
4.4.5
Pengemasan
Tahapannya adalah penimbangan, dan pengemasan.
Perhitungan sidat dilakukan secara manual
dengan cara sampling. Cara ini cukup
efektif. Sidat juga harus ditimbang agar diketahui beratnya. Setelah diketahui
jumlah dan beratnya, sidat siap untuk dijual.
Tahap terakhir dari proses kegiatan budidaya
adalah penanganan pasca panen. Dengan penanganan pasca panen yang benar diharapkan nilai jual
tidak turun. Ikan sidat mempunyai nilai jual tinggi pada saat diperdagangkan
dalam kondisi hidup dan segar (dan berkualitas baik). Untuk itu diperlukan cara
pengemasan ikan sidat ukuran konsumsi akan menjamin kelangsungan hidupnya dari
mulai penanganan panen di tambak sampai ke lokasi pasar.
Sumber :
Saifurridjal Dan Sinung Rahardjo. 2011. Budidaya Sidat. Materi Penyuluhan Perikanan. Pusat Penyuluhan Kelautan dan Perikanan. Jakarta
Comments
Post a Comment